Thursday, November 21, 2013

Reflect of Me

November, 21st 2013


     “Sejujurnya, aku tak suka pergi ke sekolah

     Aku tak tahu kenapa aku pergi ke sekolah

     Dan ketika aku pergi ke sekolah, aku selalu dipermalukan

     Dan juga terjadi banyak hal yang menggangguku.


     Aku bukan murid yang baik

     Dan aku tak punya impian

     Dan aku benci dipukuli


     Tapi anehnya,

     Aku selalu pergi ke sekolah dengan otomatis

    saat aku membuka mata dipagi hari

    
     Jadi jika kau bertanya kenapa aku datang ke sekolah,

     Aku hanya punya satu jawaban


     Mau bagaimana lagi…”




                                                                ­- Go Nam Soon -

Friday, November 15, 2013

Reward

November, 15th 2013


     Aku benci mengakui ini.

     Tapi Ayah memang suka berlagak sok kaya.

     Eyy, Ayah seharusnya menyimpan uang itu dan membelikanku laptop saja tahun depan.

     Kenapa membelikanku sesuatu yang tidak begitu kubutuhkan ?

     Kalau ingin membelikanku sesuatu, kenapa bukan sepatu sekolah saja.

     Atau, lain kali gak usah repot-repot membelikanku barang mahal.

     Aku masih belum tahu bagaimana membayarnya kembali.

     Sigh...

     But still, I have to thank Dad.

     Yet I'm still being a coward for not thanking him.

     Ayah harus mengerti.

     Aku bukan anak yang suka meminta maaf ataupun berterima kasih secara langsung.

     Entahlah, canggung.

   
    Just, for the gift that I got today,

    Thank you, Ayah...



    
     .................................................

     Padahal lukisanku jelek, 

     Kenapa malah dapat hadiah ?

Wednesday, November 13, 2013

Blend

November, 13th 2013

     I feel sorry to my bestfriends, my classmates, or my just-friends.

     Aku tidak pernah benar-benar bersikap ramah kepada teman-temanku, bahkan kepada sahabatku. Tidak jarang aku menganggap teman biasa hanya teman biasa saja, ataupun teman kelas selamanya hanya menjadi teman kelas saja, meskipun kami menjalani sepanjang tahun belajar dan berbagi bersama.

     I’m blending in. I did it well. Kinda.

     Tapi anggapan “kenalan ya kenalan” atau “teman kelas ya teman kelas” selalu ada dipikiranku. Bukan berarti aku tidak berniat berteman baik dengan mereka. Hanya saja aku terlalu canggung untuk berbaur dan menjadi akrab dengan mereka.

    Sedikit banyak aku merasa beruntung sekelas dengan sahabat-sahabatku yang cukup easy-going dan cerewet untuk menarik perhatian teman-teman kelas. Aku sedikit tertolong. Sahabatku bisa mengimbangi sikap kurang ramahku terhadap teman kelas, dan membuatku merasa cukup percaya diri untuk sedikit berbaur. Meskipun tidak pernah benar-benar berbaur dengan mereka.

     We study, be friends, and made jokes together. Tapi jika dalam suatu forum ada yang berperan pasif, maka itu adalah aku.  Blending in, dalam kamusku hanya sekedar bergabung dan mendengarkan cerita-cerita mereka. Tertawa jika ada yang lucu, tersentak jika ada yang mengagetkan, mencibir jika ada hal yang konyol, dan sedikit menyela dalam pembicaraan.

     Satu alasan mengapa aku tidak ingin begitu dekat dengan teman-teman selain sahabatku.

     Tidak pantas.

     Aku bukan anak yang pintar. Tapi rata-rata teman kelasku adalah siswa pintar. Kelas unggulan –katanya-. Jadi aku sering merasa tidak pantas sekelas dengan mereka. Selain pintar, tingkat percaya diri mereka juga tinggi. Fakta bahwa aku sekelas dengan para calon master membuatku tambah merasa kecil diantara mereka.

     Mereka semua terlalu baik untuk menjadi temanku.

     Aku selalu berangggapan bahwa mereka juga tidak ingin mempunyai teman sepertiku. Useless. Ditambah dengan sikapku yang seenaknya, masa bodoh, sedikit egois dan kurang ramah menjadi pelengkap alasan mengapa mereka tidak harus berteman denganku.

     Pertanyaan “Mengapa mereka begitu perhatian dan ingin berteman denganku?” tidak pernah menghilang dari benakku. It haunted me. Pertanyaan ini juga sempat tertujukan kepada sahabat-sahabatku.

    Ketika nanti kami semua lulus SMA (amin), mereka, dan aku hanya akan menjadi orang yang tidak saling mengenal. Istilahnya, aku mungkin menganggap mereka “a-used-to-be-my-classmate”, atau sebaliknya. Aku merasa sangat jahat beranggapan seperti ini. Tapi tidak menutup kemungkinan bahwa nanti hal itu benar adanya.

     Selamanya aku tidak akan pernah berhenti menyalahkan sikap tidak percaya diri dan tidak ramahku kepada orang lain.

     Aku meminta maaf kepada semua temanku yang harus melihat sikap burukku and pretend that it never happened. Tolonglah untuk merasa terbiasa. Aku juga sedang berusaha.

     Aku berharap bisa lulus dengan baik dan meninggalkan sekolah dalam keadaan baik pula. Rasanya aku ingin menghilangkan rasa canggung antara aku dan teman-temanku. Tapi rasanya sulit sekali. Bahkan setelah tiga tahun.

     Anyway, aku butuh 17 tahun untuk tidak merasa canggung dengan sahabat-sahabatku.

     …..

     Aku mungkin bukan teman yang baik, tapi aku sangat berterima kasih kepada mereka karena tidak menghindariku, dan tetap menjadi temanku selama beberapa tahun ini.

     Just,

     Thanks for being my friends.

     I mean it. I really am.




Sunday, November 10, 2013

Father

Makassar, May, 10th 2013

     My dad turned 50th years old this year. He’s getting old. He’s a half of a century.

I’m 17th years old today. And Dad had tried his best to make me happy. He gave me money. Even tho I don’t want it. Cause I know Dad worked hard to get the money.

But I received the money cause I don’t wanna hurt his feeling. I saved the money instead of treated my friends at school.

Like what our family do year by year, we took a dinner at restaurant, cause it’s my special day. Dad is the one planned it. He did it for me.

I went along with him even tho I don’t want it too. Dinner at restaurant means paid more than usual.

Actually I just wanna stay at home with family so Dad won’t paid anything. But he still wanna make him happy.


Dad is kind. But his daughter isn’t.

Dad had worked hard to fulfil family’s needs but what his daughter has done is nothing.

Dad is getting older. I should be the one who comfort him in his old age, beside mom.

I feel sorry to myself for being useless for dad. I never treat him well. I’m being a cold kid in front of him. 

Sometimes I ignore him when he asked, I didn’t do what he told me to do, I didn’t laugh nor just respond if he made jokes, I didn’t pay attention to him when  he talked. Can I be more rebellious than this ?

I feel burdensome everytime I ask for Dad’s help because I can never thank him for what has he done for me. I don’t know, it’s so hard to say a simple “thank you” to him. I always want to say that L

I cant say that I love him for being my Dad for the same reason. I want Dad to know it. But words will never come out from my mouth.

I just wanna make him happy once as long as he’s still with me.

I  wanna say thanks to Dad for being the best father ever.

I wanna say thanks to Dad for making me happy all the time.

I want him to feel proud of me.

I want him to stop worrying me and think of himself.

I want Dad to know that I wanna cry everytime he does something for me when I actually still being a bad kid.

I wanna be a good daughter to Dad.

I wanna have the braveness to tell this all to Dad.



I want to tell Dad that I love him.



Thursday, November 07, 2013

Black Out, Rain Cat and Dog, and...

Makassar, 7th November 2013
3:19 PM

     Meskipun hari ini aku gak ke sekolah dikarenakan sakit kepala nyut-nyutan selama dua jam, kayaknya hari ini termasuk salah satu hari yang paling melelahkan bagiku. Kinda fun juga sih.

     Sekitar dua jam yang lalu, aku lagi nonton School 2013 (Don’t tell me ! Yup, I’m late). Ketika aku akan menikmati sebungkus Qtela ukuran jumbo yang terdapat diatas meja, eh tiba-tiba mati lampu. Gak jadi deh makan Qtela.

     Kesal. Soalnya sejak dua jam yang lalu sebelum nonton drama aku cuma melongo di kamar dan mikir, “Hari ini ngapain ya?” Dan setelah mendapatkan jawabannya (yaitu nonton drama), ternyata ini yang kudapatkan. Unfair.

     Terima nasib aja, aku keluar dari kamar dan tiduran di sofa depan TV. Kalau mati lampu kayak gini, kegiatan yang paling menyenangkan untuk dilakukan tentu saja cuma dengar musik. Untung baterai HP masih full. Aku setel deh lagu yang paling hits dalam playlist-ku saat ini, Now Is Good by Kim Jejung.

     Ah~ suara Oppaku ini memang tiada duanya. Selalu membawa simfoni dalam ragaku meskipun sedang dalam keadaan yang paling tidak menyenangkan, kepanasan dan dikerumuni nyamuk.

     Aku menunggu beberapa menit dibawah siksaan para nyamuk, tapi lampu belum nyala juga. Malah mati lampunya disusul oleh hujan deras. Deras, pas hujan langsung deras.
Aneh. Biasanya kan hujan duluan baru mati lampu. Terserah.

     Sekarang aku bisa ngapain, suara Jejung udah dikalahkan oleh suara hujan serta guntur diluar sana. Musiknya dimatiin deh. Suara jejung tergantikan oleh suara ocehan Ibu –yang duduk didepanku- yang menyuruhku mengecek kamarku sesegera mungkin.

     Hiks, satu lagi fakta miris tentangku. Kamarku sering bocor, disudut kanan ranjang. Agak parah, dan sepertinya orang tuaku tidak ada niat buat memperbaikinya :””” 
Lanjut, karena aku lagi mager, akhirnya Ibuku yang masuk ngecek kedalam.

     Beberapa detik, tiba-tiba Ibu berteriak !

     Aku bangkit dan segera menyusul Ibu kedalam.
Karena gelap oleh padamnya lampu, aku terpaksa pakai blitz kamera tab-nya Ibu. Aku gak sadar kalau aku sedang merekam video sepanjang menuju ke kamarku. Masa bodoh. Tapi aku gak yakin bakal menonton rekaman video itu. Anu, saya korban Paranormal Activity, takutnya nanti dalam rekaman ada hal ganjil yang tertangkap kamera. Apalagi dalam keadaan gelap. Di rumahku pula.
Hiii…

     Lanjut. Ketika aku sampai di depan kamar,

     Sial, di depan kamarku ada genangan air mengalir deras yang berasal dari dapur.

     BANJIR !!!!!!!

     Ibu panik, tapi aku tidak. Aku udah pernah dapat masalah air-meluap-dari-pipa-bawah ini, dan aku mengatasinya seorang diri. Hebat.

     TAPI BANJIR INI LEBIH PARAH !!!

     Seraya berusaha mengalihkan arus banjir ke arah toilet, Ibu memerintahku, “Cepat SMS Ayah dan suruh pulang sekarang !” 

Aku nurut. Dengan segera aku menulis pesan kepada Ayah diluar sana.

     “Yah, cepat pulang. Rumah kebanjiran”

     :’)))))))

     Melihat Ibu sudah bergerak mengatasi banjir, aku langsung masuk kedalam kamarku dan melihat keadaan. Mati-matian aku bersyukur karena banjirnya gak masuk ke kamarku. Tapi, seperti yang sudah kuduga, bagian rawan bocor disudut kamar ya bocor lagi. Air hujan udah mengenai kasur dan bantalku huhuhu.

     Lalu aku melihat disekitar lokasi kebocoran,

     Nyesek. Oppa-oppaku di dinding udah terkena titik-titik air dari atas. Tidak tega, buru-buru aku menyelamatkan Oppa, untung gak basah-basah amat :’))))
오빠들 미안~ 

     Setelah misi penyelamatan Oppa selesai, sambil makan Qtela –akhirnya- aku keluar lagi. Aku melihat Ibu lagi menyerap air banjir pake kain lap di depan TV (banjirnya udah sampai di ruang tamu, pemirsa), dan menyuruhku untuk membantunya. Kencan bareng Qtela tertunda lagi.

     Dengan sigap, aku ambil kain lap dan melakukan hal yang sama seperti Ibu.
Melelahkan, rasanya air hujannya gak habis-habis, padahal aku udah jijik sama air kotor itu huhuhu. Mana yang kerja cuma aku sama Ibu. Ya, tak apa. Ini demi Ibu yang sudah kecapaian.

     Satu-satunya anak laki-laki di rumah sama sekali tidak membantu dan bersikap seolah tidak terjadi apa-apa. Brat !

     Sekitar 15 menit menjadi pekerja keras, lantai pun bersih dan hujan juga udah reda. Pertama kalinya aku bersyukur karena hujan telah reda. 
Ibu segera mencuci tangan dan beristirahat di sofa dan wow, mengambil jatah Qtela-ku. Unfair.

     Ayah belum pulang, dan sekarang yang ada dipikiranku hanyalah, “Bentar malam aku tidur dimana?”





긑 !


    
    
    


Tuesday, November 05, 2013

Bestfriend

Makassar, September 1st 2013


     Banyak orang berkata bahwa “It’s hard to find your one true friend” . Benar. Tidak semua teman-teman kita bisa menjadi teman sejati kita. Tidak semua dari mereka bisa dipercaya. Tidak semua dari mereka nyaman untuk diajak bercerita. Beberapa orang menjadi bingung dan saling menuduh ketika mereka merasa “teman sejati” mereka bukan lagi teman sejati mereka. So they’re looking outside to find a new one.

     Ketika aku mendengar orang-orang berkata seperti ini, aku merasa aku adalah salah satu orang yang paling beruntung di dunia.

     Kenapa ?

     Ketika aku berumur sekitar dua tahun, aku bermain dengan “tetanggaku” dan bersenang-senang bersama, saling berkomunikasi sebagaimana yang anak-anak lakukan. Terkadang mereka mengajakku bermain, terkadang mereka hanya mengabaikan dan bermain tanpaku. Aku hanya tahu bahwa mereka adalah tetangga-tetanggaku. Teman masa kecil.

     Ketika kami berumur lima tahun, kami masuk di TK yang berbeda. Tapi kami masih bermain bersama. Dan kala itu aku mengerti bahwa mereka ternyata seumuran denganku. Kami lahir ditahun yang sama. Dan aku berpikir, “Akhirnya aku menemukan teman seumuranku.”

     Tahun berikutnya, kami masuk sekolah dasar. Dan kami semua satu sekolah. Aku ingat sehari sebelum hari pertama sekolah, Ibu menunjukkanku sekolah baruku dan berkata, “Ini sekolahmu. Keempat temanmu juga akan bersekolah disini.” Dan aku mengangguk.

     Time flies. Aku menghabiskan hari-hariku bersama mereka, dan tak pernah bosan. Meskipun terkadang mereka mengabaikanku. Kala itu, sepulang sekolah kami akan tidur sampai sore dan pada sore hari kami berkumpul dan bermain bersama. Bermain, dalam hal ini kami memamerkan mainan masing-masing dengan bangga dan saling mengejek karena kami berpikir, “Punyaku yang paling bagus”. Kids and their thoughts.

     Dan ketika aku berumur sepuluh tahun, aku bertanya pada diriku. Apakah mereka sahabatku ? Kami terbiasa bersama, kami merasa nyaman bersama, kami merayakan ultah bersama, kami menghabiskan masa kecil bersama, dan kami tumbuh bersama-sama. Kami melewati masa pubertas bersama-sama, haha.
Semenjak SMP, kami jarang bertemu. Tapi ada kalanya kami saling berkomunikasi dan berencana untuk bertemu. Bertemu, dalam hal ini bisa jadi menonton bersama, shopping, atau hanya berkumpul untuk bergosip. Tipikal anak remaja. Aku  sadar kami telah meninggalkan kebiasaan lama dan memulai kebiasaan baru bersama. Kebiasaan anak remaja.

     Dan ketika kami menginjak sekolah menengah atas, aku harus benar-benar mengakui hal ini. Mereka adalah sahabatku. Mereka bukan lagi sekedar “tetangga” atau “teman seumuran”. Mereka sahabat. Sahabat yang telah tumbuh besar bersamaku. Sahabat yang menghabiskan 17 tahun hidupnya bersamaku. Sebagian orang telah terbiasa dan iri dengan kebersamaan kami, dan sebagian orang juga terlihat bosan melihat kebersamaan kami. Tapi aku tidak pernah bosan bersama mereka, haha.

     Dan kami akan tumbuh menjadi wanita dewasa, kuliah, bekerja, menikah dan berkeluarga. Aku tidak sadar kami sudah terlalu sering membahas tentang hal ini. Dan aku ingin menangis. Masa kecilku sudah berakhir, dan masa remajaku akan segera berakhir. Setelah kelulusan aku akan berusaha sendiri tanpa mereka. Kami punya tujuan hidup masing-masing, dan kami juga akan menjalaninya masing-masing. I hate the word “masing-masing” T-T

     Tapi tak apa.

     Kami  benar-benar manghabiskan waktu seumur hidup bersama. Dan aku harap selamanya begitu. Aku merasa beruntung karena telah menemukan sahabatku bahkan disaat sebelum aku lahir. Aku beruntung karena mereka sudah berada disisiku semenjak masa kanakku. And I’m so thankful for that :’)


     My bestfriends since forever : Nunu, Ina, Dinar, and Meli 
© Let It Rain
Maira Gall